Jumat, 02 Maret 2018

Sejarah Tunarungu




Di Indonesia pendidikan anak tunarungu dimulai di  Bandung, Jawa Barat, sekitar tahun 1930 dan beberapa tahun kemudian didirikan sekolah luar biasa B (SLB bagian B) di Wonosobo Jawa Tengah dan sekarang ini telah tersebar di seluruh tanah air Indonesia dan kebanyakan diselenggarakan oleh pihak swasta berupa yayasan. Di Bali terdapat sekolah pembina tingkat Nasional dan di Subang ada Sekolah Pembina luar biasa B tingkat provinsi. Mengenai sistem pendidikan di Indonesia umumnya mempergunakan metode membaca ajaran bibir (lip reading)
Namun sejak beberapa tahun di SLB/B kota Jakarta khususnya SLB/B Zinnia dan di Surabaya SLB/B Karya Mulya, telah dimulai dengan Komunikasi total (kombinasi isyarat, ejaan jari dan bicara). Komunikasi total ini akan dikembangkan di SLB/B seluruh Indonesia dengan dilakukannya kamus sistem isyarat bahasa Indonesia sebagai komponen komunikasi total pada tanggal 2 Mei 1994 oleh Mendikbud bapak Prof.Ar.Ing. Wardiman Djojonegoro.
Selama ini belum terselenggara pendidikan terpadu secara resmi, meskipun sudah banyak anak-anak tunarungu yang berhasil duduk di bangku sekolah SMTP, SMTA maupun Perguruan Tinggi. Menurut data dari Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdikbud pada tahun 1986 terdapat 5751 anak tunarungu yang mendapat pendidikan pada 162 SLB/B di Indonesia. Di Jakarta pendidikan yang diberikan pada SLB/B lainnya. Pendidikan anak tunarungu telah dimulai pada usia yang sangat di yakni pada usia 2 tahun atau pada usia dimana anak telah dapat berjalan.

Sejarah Berkembangnya Kependidikan Tunarungu dan Tunawicara
Salah satu literatur tertua mengenai tunarungu dan tunawicara tercatat pada abad kelima SM, dalam Plato Cratylus, di mana Socrates berkata: "Jika kami tidak memiliki suara atau lidah, dan ingin mengungkapkan hal-hal yang satu sama lain, tidak akan kami mencoba untuk membuat tanda-tanda dengan menggerakkan tangan, kepala, dan seluruh tubuh kita, seperti orang bodoh lakukan saat ini ?” Disini tampak bahwa orang yang disebut Socrates sebagai orang bodoh adalah sekelompok orang yang tidak bersuara dan tidak berlidah. Terdapat juga literatur pada abad ke-2 Yudea, rekaman dalam traktat Mishnah Gittin menyatakan bahwa untuk tujuan transaksi komersial "Seorang tuli-bisu dapat mengadakan percakapan melalui suatu gerakan tertentu.”
Di masa yang lebih modern, yaitu pada tahun 1620, Juan Pablo Bonet menerbitkan “Reducción de las letras y arte para enseñar a hablar mudos los” (Pengurangan huruf dan seni untuk mengajar orang bisu untuk berbicara') di Madrid. Sejumlah esai modern pertama Fonetik dan Logopedia, kemudian menetapkan metode pendidikan oral bagi penyandang tunarungu dengan cara penggunaan tanda-tanda manual, dalam bentuk alfabet manual untuk memperbaiki komunikasi dari penyandang tunarungu dan tunawicara. Terinpirasi dari bahasa tanda-tanda Bonet ini, Charles-Michel de l'Épée kemudian  menerbitkan alfabet manualnya di abad ke-18, yang sampai kini terus bertahan di Perancis dan Amerika Utara. Ini merupakan masa-masa awal berkembangnya pendidikan khusus penyandang tunarungu dan tunawicara.
Pada 1755, Abbé de l'Épée mendirikan sekolah pertama untuk anak-anak penyandang tunarungu dan tunawicara di Paris. Salah satu lulusannya yang juga berperan dalam pengembangan pendidikan ini Laurent Clerc. Clerc melakukan migrasi ke Amerika Serikat bersama Thomas Hopkins Gallaudet untuk mendirikan Sekolah Amerika untuk Tuli di Hartford, Connecticut, pada tahun 1817. Perjuangan ini diteruskan oleh Edward Miner Gallaudet (putra T.H Gallaudet) yang mendirikan sekolah untuk penyandang tunarungu pada tahun 1857 di Washington, DC. Pada tahun 1864 sekolah ini menjadi National Deaf-Mute College. Universitas ini kemudian di sebut Gallaudet University, dan masih merupakan universitas seni liberal hanya untuk orang-orang tunarungu dan tunawicara di dunia.
Di Indonesia sendiri, pendirian lembaga pendidikan yang menangani Anak Tunarungu (ATR) baru dirintis oleh C.M.Roelfsma Wesselink, di Bandung pada tahun 1933. 5 tahun kemudian,  di Wonosobo didirikan lembaga pendidikan oleh Misi Katolik yang hanya menerima siswa–siswi tuna rungu yang terkenal pula dengan metode oralnya. Lalu pada tahun 1953 didirikan sekolah lain di kota yang sama oleh Misi Bruder Charitas yang khusus mendidik siswa putra. Dimulai tahun 1970-an mulai berkembang berbagai versi perangkat isyarat dalam menerapkan komunikasi pada penyandang tunarungu di Indonesia. Baru tahun 1933 , Balitbang Dikbud, Dekdikbut mulai menyusun kamus baku bahasa isyarat. Dan pada tahun yang sama Direktorat Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah, Depdikbud mengambil keputusan membakukan suatu Sistem Isyarat Nasional, yang kemudian lebih dikenal dengan istilah Sistem Isyarat Bahasa Indonesia.


Hasil gambar untuk juan pablo bonet 
Profil Juan Pablo Bonet 

 
Juan Pablo Bonet (1573-1633) adalah seorang Spanyol imam dan pelopor pendidikan bagi kaum tuna rungu.Ia menerbitkan buku pertama tentang pendidikan tuli pada tahun 1620 di Madrid. Sistem Bonet tentang tanda-tanda danal fabet manual telah mempengaruhi banyak bahasa isyarat, seperti Spanyol Sign Language, Prancis Bahasa Isyarat, dan American Sign Language.


Ukiran oleh Diego de Astor dari Reducción de las letras y arte para enseñar a hablar a los mudos
(Bonet, 1620): Terinpirasi dari bahasa tanda-tanda Bonet ini, Charles-Michel de l'Épée kemudian  menerbitkan alfabet manualnya di abad ke-18, yang sampai kini terus bertahan di Perancis dan Amerika Utara. Ini merupakan masa-masa awal berkembangnya pendidikan khusus penyandang tunarungu dan tunawicara.
Abbé Charles-Michel de L'Epee (November 24, 1712, Versailles - 23 Desember 1789, Paris ) adalah filantropis pendidik dari abad ke-18 Perancis yang telah menjadi dikenal sebagai "Bapak Deaf ". Pada 1755, Abbé de l'Épée mendirikan sekolah pertama untuk anak-anak penyandang tunarungu dan tunawicara di Paris. Salah satu lulusannya yang juga berperan dalam pengembangan pendidikan ini Laurent Clerc. Clerc melakukan migrasi ke Amerika Serikat bersama Thomas Hopkins Gallaudet untuk mendirikan Sekolah Amerika untuk Tuli di Hartford, Connecticut, pada tahun 1817. Perjuangan ini diteruskan oleh Edward Miner Gallaudet (putra T.H Gallaudet) yang mendirikan sekolah untuk penyandang tunarungu pada tahun 1857 di Washington, DC. Pada tahun 1864 sekolah ini menjadi National Deaf-Mute College. Universitas ini kemudian disebut Gallaudet University, dan masih merupakan universitas seni liberal hanya untuk orang-orang tunarungu dan tunawicara di dunia.
                     
Louis Marie Laurent Clerc dengan Thomas Hopkins Gallaudet , ia mendirikan sekolah pertama untuk tuna rungu di Amerika Utara,

Gallaudet University atau Universitas Gallaudet adalah sebuah universitas yang terletak di Washington D.C, Amerika Serikat. Universitas Gallaudet adalah satu-satunya univeritas di dunia yang didirikan bagi mahasiswa tunarungu atau orang-orang yang mempunyai kesulitan pendengaran.
Universitas ini dinamakan dari Thomas Hopkins Gallaudet yang merupakan seorang tokoh terkenal dalam mengembangkan pendidikan bagi orang tunarungu. Dalam pengajarannya, Unversitas Gallaudet menggunakan BahasaIsyaratAmerika (American Sign Language) dan bahasaInggris.


Sejarah Perkembangan Pendidikan Tuna Rungu dan Wicara di Indonesia
Lembaga Pendidikan Tuli Bisu pertama kali di Indonesia didirikan pada tanggal 3 Januari 1930 di kota Bandung. Pendirian lembaga ini berasal dari inisiatif seorang wanita, yaitu Nyonya C.M. Roelfsema Wesselink, istri dari dokter THT yaitu H.L. Roelfsema. Jauh sebelum lembaga pendidikan tuli bisu didirikan, nyonya Roelfsema selalu mengajar pasien-pasien suaminya yang mengalami masalah pendengaran dan gangguan bicara. Akhirnya, bersama dengan ke enam belas teman-temannya, nyonya dan tuan Roelfsema berhasil mendirikan lembaga pendidikan anak tuli di tempat kediamannya di Bandung dan sebagai penghargaan kepada para pendiri, nama-nama mereka dipahat di batu pualam bertinta emas.
Lembaga pendidikan anak-anak tuli di Tjitjendo Bandung ini menjadi cikal bakal dari berdirinya sekolah kaum tuna rungu di Indonesia. Banyak daerah lain juga terpanggil mendirikan sekolah seperti ini. Wonosobo, Jakarta, Yogya, Solo, Medan, dan lain – lain  juga mendirikan sekolah untuk kaum tuna rungu sehingga anak-anak tuli yang tidak mengerti dan tidak bisa bicara, dapat memiliki ketrampilan dan bisa hidup mandiri.
Lima  tahun kemudian,  di Wonosobo didirikan lembaga pendidikan oleh Misi Katolik yang hanya menerima siswi–siswi tuna rungu yang terkenal pula dengan metode oralnya. Lalu pada tahun 1953 didirikan sekolah lain di kota yang sama oleh Misi Bruder Charitas yang khusus mendidik siswa putra. Dimulai tahun 1970-an mulai berkembang berbagai versi perangkat isyarat dalam menerapkan komunikasi pada penyandang tunarungu di Indonesia. Baru tahun 1993 , Balitbang Dikbud, Dekdikbut mulai menyusun kamus baku bahasa isyarat. Dan pada tahun yang sama Direktorat Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah, Depdikbud mengambil keputusan membakukan suatu Sistem Isyarat Nasional, yang kemudian lebih dikenal dengan istilah Sistem Isyarat Bahasa Indonesia.



 Daftar Pustaka
http://galuhputranto-k5113031-plbuns13.blogspot.co.id/2013/11/sejarah-tuna-rungu-di-indonesia.html?m=1
http://kwintal.blogspot.co.id/2011/05/11-sejarah-berkembangnya-kependidikan.html?m=1
http://ayulaksmiluarbiasa.blogspot.co.id/2014/07/sejarah-pendidikan-tuna-rungu.html?m=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar