Di
Indonesia pendidikan anak
tunarungu dimulai di Bandung, Jawa
Barat, sekitar tahun 1930 dan beberapa tahun kemudian didirikan sekolah luar
biasa B (SLB bagian B) di Wonosobo Jawa Tengah dan sekarang ini telah tersebar
di seluruh tanah air Indonesia dan kebanyakan diselenggarakan oleh pihak swasta
berupa yayasan. Di Bali terdapat sekolah pembina tingkat Nasional dan di Subang
ada Sekolah Pembina luar biasa B tingkat provinsi. Mengenai sistem pendidikan
di Indonesia umumnya mempergunakan metode membaca ajaran bibir (lip reading)
Namun
sejak beberapa
tahun di SLB/B kota Jakarta khususnya SLB/B Zinnia dan di Surabaya SLB/B Karya
Mulya, telah dimulai dengan Komunikasi total (kombinasi isyarat, ejaan jari dan
bicara). Komunikasi total ini akan dikembangkan di SLB/B seluruh Indonesia
dengan dilakukannya kamus sistem isyarat bahasa Indonesia sebagai komponen
komunikasi total pada tanggal 2 Mei 1994 oleh Mendikbud bapak Prof.Ar.Ing.
Wardiman Djojonegoro.
Selama
ini belum terselenggara
pendidikan terpadu secara resmi, meskipun sudah banyak anak-anak tunarungu yang
berhasil duduk di bangku sekolah SMTP, SMTA maupun Perguruan Tinggi. Menurut
data dari Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdikbud pada tahun 1986
terdapat 5751 anak tunarungu yang mendapat pendidikan pada 162 SLB/B di
Indonesia. Di Jakarta pendidikan yang diberikan pada SLB/B lainnya. Pendidikan
anak tunarungu telah dimulai pada usia yang sangat di yakni pada usia 2 tahun
atau pada usia dimana anak telah dapat berjalan.
Sejarah Berkembangnya Kependidikan
Tunarungu dan Tunawicara
Salah
satu literatur tertua mengenai tunarungu dan tunawicara tercatat pada abad
kelima SM, dalam Plato Cratylus, di mana Socrates berkata: "Jika kami
tidak memiliki suara atau lidah, dan ingin mengungkapkan hal-hal yang satu sama
lain, tidak akan kami mencoba untuk membuat tanda-tanda dengan menggerakkan
tangan, kepala, dan seluruh tubuh kita, seperti orang bodoh lakukan saat ini ?”
Disini tampak bahwa orang yang disebut Socrates sebagai orang bodoh adalah sekelompok
orang yang tidak bersuara dan tidak berlidah. Terdapat juga literatur pada abad
ke-2 Yudea, rekaman dalam traktat Mishnah Gittin menyatakan bahwa untuk tujuan
transaksi komersial "Seorang tuli-bisu dapat mengadakan percakapan melalui
suatu gerakan tertentu.”
Di
masa yang lebih modern, yaitu pada tahun 1620, Juan Pablo Bonet menerbitkan
“Reducción de las letras y arte para enseñar a hablar mudos los” (Pengurangan
huruf dan seni untuk mengajar orang bisu untuk berbicara') di Madrid. Sejumlah
esai modern pertama Fonetik dan Logopedia, kemudian menetapkan metode
pendidikan oral bagi penyandang tunarungu dengan cara penggunaan tanda-tanda
manual, dalam bentuk alfabet manual untuk memperbaiki komunikasi dari
penyandang tunarungu dan tunawicara. Terinpirasi dari bahasa tanda-tanda Bonet
ini, Charles-Michel de l'Épée kemudian
menerbitkan alfabet manualnya di abad ke-18, yang sampai kini terus
bertahan di Perancis dan Amerika Utara. Ini merupakan masa-masa awal berkembangnya
pendidikan khusus penyandang tunarungu dan tunawicara.
Pada
1755, Abbé de l'Épée mendirikan sekolah pertama untuk anak-anak penyandang
tunarungu dan tunawicara di Paris. Salah satu lulusannya yang juga berperan
dalam pengembangan pendidikan ini Laurent Clerc. Clerc melakukan migrasi ke Amerika
Serikat bersama Thomas Hopkins Gallaudet untuk mendirikan Sekolah Amerika untuk
Tuli di Hartford, Connecticut, pada tahun 1817. Perjuangan ini diteruskan oleh
Edward Miner Gallaudet (putra T.H Gallaudet) yang mendirikan sekolah untuk
penyandang tunarungu pada tahun 1857 di Washington, DC. Pada tahun 1864 sekolah
ini menjadi National Deaf-Mute College. Universitas ini kemudian di sebut Gallaudet University, dan
masih merupakan universitas seni liberal hanya untuk orang-orang tunarungu dan
tunawicara di dunia.
Di
Indonesia sendiri, pendirian lembaga pendidikan yang menangani Anak Tunarungu
(ATR) baru dirintis oleh C.M.Roelfsma Wesselink, di Bandung pada tahun 1933. 5
tahun kemudian, di Wonosobo didirikan
lembaga pendidikan oleh Misi Katolik yang hanya menerima siswa–siswi tuna rungu yang terkenal
pula dengan metode oralnya. Lalu pada tahun 1953 didirikan sekolah lain di kota
yang sama oleh Misi Bruder Charitas yang khusus mendidik siswa putra. Dimulai
tahun 1970-an mulai berkembang berbagai versi perangkat isyarat dalam
menerapkan komunikasi pada penyandang tunarungu di Indonesia. Baru tahun 1933 ,
Balitbang Dikbud, Dekdikbut mulai menyusun kamus baku bahasa isyarat. Dan pada
tahun yang sama Direktorat Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
Dan Menengah, Depdikbud mengambil keputusan membakukan suatu Sistem Isyarat
Nasional, yang kemudian lebih dikenal dengan istilah Sistem Isyarat Bahasa
Indonesia.
Profil
Juan Pablo Bonet
Juan
Pablo Bonet (1573-1633) adalah seorang Spanyol imam
dan pelopor pendidikan bagi kaum tuna rungu.Ia menerbitkan buku pertama tentang
pendidikan tuli pada tahun 1620 di Madrid. Sistem Bonet tentang tanda-tanda danal fabet manual telah mempengaruhi banyak bahasa isyarat, seperti Spanyol Sign Language, Prancis Bahasa Isyarat, dan American Sign
Language.
Ukiran
oleh Diego de Astor dari Reducción
de las letras y arte para enseñar a hablar a los mudos
(Bonet,
1620): Terinpirasi dari bahasa tanda-tanda
Bonet ini, Charles-Michel de l'Épée kemudian
menerbitkan alfabet manualnya di abad ke-18, yang sampai kini terus
bertahan di Perancis dan Amerika Utara. Ini merupakan masa-masa awal berkembangnya
pendidikan khusus penyandang tunarungu dan tunawicara.
Abbé Charles-Michel de
L'Epee (November 24, 1712, Versailles - 23 Desember 1789,
Paris ) adalah filantropis pendidik dari abad ke-18 Perancis yang telah menjadi
dikenal sebagai "Bapak Deaf ". Pada 1755, Abbé de l'Épée mendirikan
sekolah pertama untuk anak-anak penyandang tunarungu dan tunawicara di Paris.
Salah satu lulusannya yang juga berperan dalam pengembangan pendidikan ini
Laurent Clerc. Clerc melakukan migrasi ke Amerika Serikat bersama Thomas
Hopkins Gallaudet untuk mendirikan Sekolah Amerika untuk Tuli di Hartford,
Connecticut, pada tahun 1817. Perjuangan ini diteruskan oleh Edward Miner
Gallaudet (putra T.H Gallaudet) yang mendirikan sekolah untuk penyandang
tunarungu pada tahun 1857 di Washington, DC. Pada tahun 1864 sekolah ini
menjadi National Deaf-Mute College. Universitas ini kemudian disebut Gallaudet
University, dan masih merupakan universitas seni liberal hanya untuk
orang-orang tunarungu dan tunawicara di dunia.
Louis Marie Laurent Clerc
dengan
Thomas Hopkins Gallaudet , ia
mendirikan sekolah pertama untuk tuna rungu di Amerika Utara,
Gallaudet University
atau Universitas Gallaudet adalah sebuah universitas yang terletak di
Washington D.C, Amerika Serikat.
Universitas Gallaudet adalah satu-satunya
univeritas di dunia yang didirikan bagi mahasiswa tunarungu atau orang-orang
yang mempunyai kesulitan pendengaran.
Universitas
ini dinamakan dari Thomas Hopkins Gallaudet yang merupakan seorang tokoh
terkenal dalam mengembangkan pendidikan bagi orang tunarungu. Dalam pengajarannya,
Unversitas Gallaudet menggunakan BahasaIsyaratAmerika (American Sign Language)
dan bahasaInggris.
Sejarah Perkembangan Pendidikan
Tuna Rungu dan Wicara di Indonesia
Lembaga
Pendidikan Tuli Bisu pertama kali di Indonesia didirikan pada tanggal 3 Januari
1930 di kota Bandung. Pendirian lembaga ini berasal dari inisiatif seorang
wanita, yaitu Nyonya C.M. Roelfsema Wesselink, istri dari dokter THT yaitu H.L.
Roelfsema. Jauh sebelum lembaga pendidikan tuli bisu didirikan, nyonya
Roelfsema selalu mengajar pasien-pasien suaminya yang mengalami masalah
pendengaran dan gangguan bicara. Akhirnya, bersama dengan ke enam belas
teman-temannya, nyonya dan tuan Roelfsema berhasil mendirikan lembaga
pendidikan anak tuli di tempat kediamannya di Bandung dan sebagai penghargaan
kepada para pendiri, nama-nama mereka dipahat di batu pualam bertinta emas.
Lembaga
pendidikan anak-anak tuli di Tjitjendo Bandung ini menjadi cikal bakal dari
berdirinya sekolah kaum tuna rungu di Indonesia. Banyak daerah lain juga
terpanggil mendirikan sekolah seperti ini. Wonosobo, Jakarta, Yogya, Solo, Medan,
dan lain – lain juga mendirikan sekolah
untuk kaum tuna rungu sehingga anak-anak tuli yang tidak mengerti dan tidak
bisa bicara, dapat memiliki ketrampilan dan bisa hidup mandiri.
Lima tahun kemudian, di Wonosobo didirikan lembaga pendidikan oleh
Misi Katolik yang hanya menerima siswi–siswi tuna rungu yang terkenal pula
dengan metode oralnya. Lalu pada tahun 1953 didirikan sekolah lain di kota yang
sama oleh Misi Bruder Charitas yang khusus mendidik siswa putra. Dimulai tahun
1970-an mulai berkembang berbagai versi perangkat isyarat dalam menerapkan
komunikasi pada penyandang tunarungu di Indonesia. Baru tahun 1993 , Balitbang
Dikbud, Dekdikbut mulai menyusun kamus baku bahasa isyarat. Dan pada tahun yang
sama Direktorat Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan
Menengah, Depdikbud mengambil keputusan membakukan suatu Sistem Isyarat
Nasional, yang kemudian lebih dikenal dengan istilah Sistem Isyarat Bahasa
Indonesia.
Daftar Pustaka
http://galuhputranto-k5113031-plbuns13.blogspot.co.id/2013/11/sejarah-tuna-rungu-di-indonesia.html?m=1
http://kwintal.blogspot.co.id/2011/05/11-sejarah-berkembangnya-kependidikan.html?m=1
http://ayulaksmiluarbiasa.blogspot.co.id/2014/07/sejarah-pendidikan-tuna-rungu.html?m=1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar