Sabtu, 05 Mei 2018

Klasifikasi Tunarungu



Klasifikasi anak tunarungu bermacam-macam dan dapat dilihat dari beberapa sudut pandang.
Kehilangan pendengaran pada anak tunarungu dapat diklasifikasikan dari 0dB-91 dB ke atas. Setiap tingkatan kehilangan pendengaran mempunyai pada kemampuan mendengar suara atau bunyi yang berbeda-beda, sehingga mempengaruhi kemampauan komunikasi anak tunarungu. Terutama, pada kemampuan anak berbicara dengan artikulasi yang tepat dan jelas. Semakin tinggi kehilangan pendengarannya, maka semakin lemah kemampuan artikulasinya.
Klasifikasi anak tunarungu yang dikemukakan oleh Samuel A. Kirk (Permanarian Somad 1996: 29) adalah sebagai berikut :
a.  0 dB : menunjukkan pendengaran optimal.
b.  0-26 dB : menunjukkan masih mempunyai pendengaran normal.
c. 27-40 dB : menunjukkan kesulitan mendengar bunyi-bunyi yang jauh,     membutuhkan tempat    duduk yang strategis letaknya dan memerlukan terapi  wicara (tergolong tunarungu ringan).
d. 41-55 dB : mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas,membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara (tergolong tunarungu sedang).
e. 56-70 dB : hanya bisa mendengar suara dari arak yang dekat, masih mempunyai sisa pendengaran untuk belajar bahasa ekspresif ataupun reseptif dan bicara dengan menggunakan alat bantu dengar serta dengan cara yang khusus (tergolong   tunarungu 11 agak berat).
f. 71-90 dB : hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang dianggap tuli, membutuhkan pendidikan luar biasa yang intensif, membutuhkan alat bantu mendengar (ABM) dan latihan bicara secara khusus (tergolong tunarungu berat).
g. 91 dB keatas : mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaran, banyak tergantung pada penglihatan daripada pendengarannya untuk proses menerima            informasi dan yang bersangkutan dianggap tuli (tergolong tunarungu barat sekali).           
Berdasarkan tingkat kehilangan ketajaman pendengaran yang diukur dengan satuan desiBell (dB), klasifikasi anak tunarungu menurut Heri Purwanto (1998: 7) adalah seperti berikut :
a. Sangat ringan (light) 25 dB - 40 dB
b. Ringan (mild) 41 dB - 55 dB
c. Sedang (moderate) 56 dB - 70 dB
d. Berat (severe) 71 dB - 90 dB
e. Sangat berat (profound) 91 dB – lebih

a.  Berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran

1) Tunarungu ringan (Mild Hearing Impairment),
Kelainan pendengaran yang masih mampu mendengar bunyi dengan intensitas antara 20-40 dB. Biasanya kelompok ini mengalami kesulitan dalam percakapan dan sering tidak menyadari bahwa dia sedang diajak bicara.
                                           
2) Tunarungu sedang (Moderate Hearing Impairment),
   Kelainan pendengaran yang masih mendengar bunyi dengan intensitas 40-65 dB. Kelompok ini biasanya mengalami kesulitan dalam kecakapan tanpa memperhatikan wajah pembicara, sulit mendengar dari kejauhan atau dalam suasana gaduh, tetapi dapat dibantu dengan alat Bantu dengar (hearing aid).

3) Tunarungu agak berat (Severe Hearing Impairment)
   Kelainan pendengaran hanya mampu mendengar bunyi yang memiliki intensitas 56-95 dB. Kelompok ini hanya memahami sedikit percakapan pembicara apabila melihat wajah pembicara dan dengan suara keras, tetapai untuk percakapan normal, praktis mereka tidak dapat mengikuti, hanya mereka masih dapat dibantu dengan alat bantu dengar (hearing aid).

4) Ketunarunguan berat (Profound Hearing Impairment),
       Kelainan pendengaran hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas di atas 95 dB ke atas. Percakapan normal tidaklah mungkin bagi mereka, alat bantu juga kecil kemungkinan dapat membantu mereka, mereka sangat tergantung dengan komunikasi verbal atau isyarat.


b. Berdasarkan letak gangguan  pendengaran secara anatomis, terdapat tiga jenis ketunarunguan
1) Conductive loss
            Ketunarunguan tipe konduktif yaitu ketunarunguan yang     disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada telinga bagian        luar dan tengah yang berfungsi sebagai alat konduksi menghantar getaran suara menuju telinga bagian dalam.

2) Sensorineural loss,
 Ketunarunguan yang disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada telinga bagian dalam serta syaraf pendengaran (Nerveus Chochlearis) yang dapat mengakibatkan terhambatnya pengiriman pesan bunyi ke otak .

3) Central auditory processing disorder
    Gangguan pada ocial syaraf pusat proses pendengaran yang mengakibatkan individu mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya meskipun tidak ada gangguan yang spesifik pada telinga itu sendiri. Anak yang mengalami gangguan pusat pemprosesan pendengaran ini mungkin memiliki pendengaran yang normal bila diukur dengan audiometer, tetapi mereka sering mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar