Klasifikasi anak
tunarungu bermacam-macam dan dapat dilihat dari beberapa sudut pandang.
Kehilangan pendengaran pada anak
tunarungu dapat diklasifikasikan dari 0dB-91 dB ke atas. Setiap tingkatan
kehilangan pendengaran mempunyai pada kemampuan mendengar suara atau bunyi yang
berbeda-beda, sehingga mempengaruhi kemampauan komunikasi anak tunarungu.
Terutama, pada kemampuan anak berbicara dengan artikulasi yang tepat dan jelas.
Semakin tinggi kehilangan pendengarannya, maka semakin lemah kemampuan
artikulasinya.
Klasifikasi anak tunarungu yang
dikemukakan oleh Samuel A. Kirk (Permanarian Somad 1996: 29) adalah sebagai
berikut :
a.
0 dB : menunjukkan pendengaran optimal.
b.
0-26 dB : menunjukkan masih mempunyai pendengaran normal.
c.
27-40 dB : menunjukkan kesulitan mendengar bunyi-bunyi yang jauh, membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya dan memerlukan
terapi wicara (tergolong tunarungu
ringan).
d.
41-55 dB : mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi
kelas,membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara (tergolong tunarungu
sedang).
e.
56-70 dB : hanya bisa mendengar suara dari arak yang dekat, masih mempunyai sisa
pendengaran untuk belajar bahasa ekspresif ataupun reseptif dan bicara dengan
menggunakan alat bantu dengar serta dengan cara yang khusus (tergolong tunarungu 11 agak berat).
f.
71-90 dB : hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang dianggap tuli,
membutuhkan pendidikan luar biasa yang intensif, membutuhkan alat bantu mendengar
(ABM) dan latihan bicara secara khusus (tergolong tunarungu berat).
g.
91 dB keatas : mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaran, banyak
tergantung pada penglihatan daripada pendengarannya untuk proses menerima informasi dan yang bersangkutan
dianggap tuli (tergolong tunarungu barat sekali).
Berdasarkan
tingkat kehilangan ketajaman pendengaran yang diukur dengan satuan desiBell
(dB), klasifikasi anak tunarungu menurut Heri Purwanto (1998: 7) adalah seperti
berikut :
a.
Sangat ringan (light) 25 dB - 40 dB
b.
Ringan (mild) 41 dB - 55 dB
c.
Sedang (moderate) 56 dB - 70 dB
d.
Berat (severe) 71 dB - 90 dB
e.
Sangat berat (profound) 91 dB – lebih
a.
Berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran
1)
Tunarungu ringan (Mild Hearing Impairment),
Kelainan
pendengaran yang masih mampu mendengar bunyi dengan intensitas antara 20-40 dB.
Biasanya kelompok ini mengalami kesulitan dalam percakapan dan sering tidak
menyadari bahwa dia sedang diajak bicara.
2)
Tunarungu sedang (Moderate Hearing Impairment),
Kelainan
pendengaran yang masih mendengar bunyi dengan intensitas 40-65 dB. Kelompok ini
biasanya mengalami kesulitan dalam kecakapan tanpa memperhatikan wajah
pembicara, sulit mendengar dari kejauhan atau dalam suasana gaduh, tetapi dapat
dibantu dengan alat Bantu dengar (hearing aid).
3)
Tunarungu agak berat (Severe Hearing Impairment)
Kelainan pendengaran hanya mampu mendengar
bunyi yang memiliki intensitas 56-95 dB. Kelompok ini hanya memahami sedikit
percakapan pembicara apabila melihat wajah pembicara dan dengan suara keras,
tetapai untuk percakapan normal, praktis mereka tidak dapat mengikuti, hanya
mereka masih dapat dibantu dengan alat bantu dengar (hearing aid).
4)
Ketunarunguan berat (Profound Hearing Impairment),
Kelainan pendengaran hanya dapat
mendengar bunyi dengan intensitas di atas 95 dB ke atas. Percakapan normal
tidaklah mungkin bagi mereka, alat bantu juga kecil kemungkinan dapat membantu
mereka, mereka sangat tergantung dengan komunikasi verbal atau isyarat.
b. Berdasarkan letak gangguan pendengaran secara anatomis, terdapat tiga
jenis ketunarunguan
1) Conductive loss
Ketunarunguan tipe konduktif yaitu
ketunarunguan yang disebabkan oleh
terjadinya kerusakan pada telinga bagian luar
dan tengah yang berfungsi sebagai alat konduksi menghantar getaran suara menuju
telinga bagian dalam.
2) Sensorineural loss,
Ketunarunguan yang disebabkan oleh terjadinya
kerusakan pada telinga bagian dalam serta syaraf pendengaran (Nerveus
Chochlearis) yang dapat mengakibatkan terhambatnya pengiriman pesan bunyi ke
otak .
3) Central auditory processing disorder
Gangguan pada ocial syaraf pusat proses
pendengaran yang mengakibatkan individu mengalami kesulitan memahami apa yang
didengarnya meskipun tidak ada gangguan yang spesifik pada telinga itu sendiri.
Anak yang mengalami gangguan pusat pemprosesan pendengaran ini mungkin memiliki
pendengaran yang normal bila diukur dengan audiometer, tetapi mereka sering
mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar