Jumat, 07 Februari 2020

Apa sih itu Spina Bifida?


A.    Definisi Spina Bifida
sfina bifida merupakan suatu kelainan congenital berupa defek pada arkus posterior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada perkembanngan awal embrio.
Sfina bifida adalah kelainan neural tube (neural tube defct) yang terjadi akibat kegagalan neural tube untuk menutup dengan sempurna. Sfina bifida terdiri dari sebuah yatus yang biasanya terletak dalam vertebra lumbosakralis, dan lewat yatus ini menonjol sakus meningus sehingga terbantu meningokel.

B.     Penyebab  spina bifida
1.      Kekurangan asam folat. Memiliki kadar asam folat yang cukup terutama sebelum dan selama masa kehamilan sangat penting untuk menurunkan risiko bayi lahir dengan spina bifida. Sebaliknya, defisiensi asam folat merupakan faktor pemicu yang paling signifikan dalam kasus spina bifida serta jenis kecacatan tabung saraf lainnya.
2.      Faktor keturunan. Orang tua yang pernah memiliki anak dengan spina bifida mempunyai risiko lebih tinggi untuk kembali memiliki bayi dengan kelainan yang sama.
3.      Jenis kelamin. Kondisi ini lebih sering dialami oleh bayi perempuan.
4.      Obat-obatan tertentu, khususnya asam valproat dan carbamazepine yang digunakan untuk epilepsi atau gangguan mental, seperti gangguan bipolar.
5.      Diabetes. Wanita yang mengidap diabetes memiliki risiko lebih tinggi untuk melahirkan bayi dengan spina bifida.
6.      Obesitas. Obesitas pada masa sebelum kehamilan akan meningkatkan risiko seorang wanita untuk memiliki bayi dengan kecacatan tabung saraf, termasuk spina bifida.
C.    Gejala Spina Bifida
1.      Gangguan mobilitas. Kondisi ini ditandai dengan tubuh bagian bawah yang mengalami kelemahan otot atau bahkan lumpuh.
2.      Gangguan saluran kemih dan pencernaan. Penderita spina bifida umumnya mengalami inkontinensia urine atau inkontinensia tinja karena adanya gangguan pada saraf yang mengatur saluran kemih dan pencernaan.

3.      Hidrosefalus. Kondisi di mana terjadi penumpukan cairan otak sehingga dapat menyebabkan kejang dan gangguan penglihatan.

A.    Jenis-jenis spina bifida
Spina bifida dapat dibagi dalam 3 kelompok, berdasakan lokasi serta ukuran celah yang terbentuk. Ketiga jenis tersebut meliputi:
1.      Spina bifida okulta. Jenis ini termasuk yang paling ringan dan umum karena hanya mengakibatkan terbentuknya celah kecil di antara ruas tulang punggung. Spina bifida okulta umumnya tidak memengaruhi saraf sehingga penderitanya cenderung mengalami gejala ringan atau bahkan tanpa gejala.

2.      Meningokel. Pada jenis ini, pembukaan yang terbentuk berukuran cukup besar sehingga selaput pelindung sumsum tulang belakang mencuat keluar dari beberapa celah di tulang punggung dan membentuk kantung. Meningokel merupakan jenis spina bifida yang paling jarang terjadi.


3.      Mielomeningokel. Ini merupakan jenis spina bifida yang paling serius, di mana kanal spinal bayi terbuka sepanjang beberapa ruas tulang belakang sehingga membentuk kantung berisi selaput dan sumsum tulang belakang yang menonjol keluar pada daerah punggung. Pada kasus yang sangat berat, kantung ini bahkan tidak memiliki kulit. Akibatnya, bayi rentan mengalami infeksi yang bisa mengancam jiwa.

B.     Penanganan sfina bifida
Spina Bifida membutuhkan penanganan yang berbeda beda, tergantung pada jenis spina bifida yang dialami. Tingkat keparahan gejala, serta kondisi pasien.
Operasi merupakan pilihan utama dalam menangani kondisi spina bifida. Tindakan operasi pada umumnya dilakukan segera setelah bayi lahir. Setelah operasi, penderita spina bifida juga harus menjalani beberapa perawatan lanjutan seperti terapi okupasi atau terapi fisik dan penanganan untuk gangguan saluran kemih dan pencernaan dengan obat obatan maupun operasi.
Langkah utama untuk menghindari terjadinya spina bifida adalah dengan mencukupi kebutuhan asam folat, terutama pada ibu hamil. Mengkonsumsi zat ini umumnya sudah dianjurkan sejak sebelum masa kehamilan. Dosis asam folat yang disarankan adalah sebanyak 400 mikrogram perhari.
Selain pada ibu hamil, wanita pada usia subur juga sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi suplemen asam folat. Zat ini juga dapat diperoleh secara alami dari makanan, seperti kacang kacangan, brokoli dll.

C.    Alat bantu yang digunakan
1.      Tongkat
2.      Kursi Roda
3.      Reciprocal Gait Orthosis(RGO) atau Isocentric Reciprocal Gait Orthis(IRGO) adalah salah      satu alat bantu berdiri untuk penderita Spina Bifida. Berikut gambaran sketsa RGO.







Daftar Pustaka
NHS Choices UK (2017). Health A-Z. Spina Bifida. Mayo Clinic (2017). Diseases & Conditions. Spina Bifida
Ernawati, lecrurer  faculty of medicine, university of wijaya kusuma. Surabaya dr. marianti

Karyana, Asef Dan Widati Sri. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunadaksa, Jakarta : PT Luxima Metro Media

Apa sih itu Cacat Bawaan?


Definisi Kelainan Bawaan
Kelainan kongenital merupakan kelainan morfologik dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupannya hasil dari konsepsi dalam kandungan. Kelainan kongenital biasanya disebut dengan kelainan bawaan atau cacat bawaan. Kelainan kongenital adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun nongenetik.
Kelainan kongenital yaitu suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada neonatus. Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul semenjak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Adapun penyebab dari kelainan kongenital adalah faktor usia, faktor kromosom, faktor mekanik, faktor infeksi, faktor obat, faktor hormonal, faktor radiasi, faktor fisik pada rahim, faktor gizi, riwayat kesehatan ibu, paritas, jarak kehamilan
Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa kelainan tuggal (berupa satu jenis kelainan saja), atau berupa kelainan kongenital yang multipel. Kadang suatu kelainan kongenital belum terlihat saat bayi beru lahir, akan tetapi baru ditemukan beberapa lama setelah bayi tersebut dalam perawatan
2.2  Etiologi Kelainan Bawaan
Penyebab suatu kelainan kongenital kadang-kadang sangat sukar ditentukan pada saat bayi baru lahir. Kurang lebih 65%-75% dari kelainan kongenital tidak diketahui penyebabnya dengan pasti, 10%-25% disebabkan oleh faktor genetik dan 10% disebabkan oleh faktor lingkungan. Beberapa faktor penyebab yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital. Kelainan bawaan dapat dibedakan menjadi:
A.  Kelainan Yang Disebabkan Oleh Faktor Genetik
Kelainan karena faktor genetik adalah kelainan bawaan yang disebabkan oleh kelainan pada unsur pembawa keturunan yaitu gen. Kelainan bawaan yang disebabkan oleh faktor genetik dikelompokkan ke dalam kelainan akibat mutasi gen tunggal, kelainan aberasi kromosom, dan kelainan multifaktorial (gabungan genetik dan pengaruh lingkungan).
1.    Kelainan Mutasi Gen Tunggal (Single Gen Mutant)
Kelainan single gene mutant atau disebut juga pola pewarisan Mendel terbagi dalam 4 macam, antara lain autosomal resesif, autosomal dominan, x-linked ressesive, dan x-linked dominant. Kelainan bawaan autosomal resesif antara lain albino, defisiensi alfa-1-antitripsin thalassemia, fenilketonuria, serta galaktosemia. Kelainan bawaan autosomal dominan antara lain aniridia, sindrom Marfan, ginjal polikistik, retinoblastoma, korea Hutington, hiperlipoproteinemia, dan lain-lain. Kelainan bawaan x-linked ressesive antara lain diabetus insipidus, buta warna, distrofi muskularis Duchene, hemofilia, iktiosis, serta retinitis pigmentosa. Kelainan bawaan x-linked dominant sangat sedikit jenisnya, antara lain rakitis yang resisten terhadap pengobatan vitamin D.
2.    Gangguan Keseimbangan Akibat Kelainan Aberasi Kromosom
Kelainan pada kromosom dibagi atas aberasi numerik dan aberasi struktural. Kelainan pada struktur kromosom seperti delesi, translokasi, inversi, dan lain sebagainya, ataupun perubahan jumlahnya (aberasi kromosom numerik/aneuploidi) yang biasanya berupa trisomi, monosomi, tetrasomi, dan lain sebagainya. Kelainan bawaan berat (biasanya merupakan anomali multipel) sering kali disebabkan aberasi kromosom. Aberasi numerik timbul karena terjadi kegagalan proses replikasi dan pemisahan sel anak atau yang disebut juga non-disjunction, sedangkan aberasi struktural terjadi apabila kromosom terputus, kemudian dapat bergabung kembali atau hilang. Sebagai contoh aberasi kromosom antara lain sindrom trisomi 21, sindrom trisomi 18, sindrom trisomi 13, sindrom Turner, dan sindrom Klinefelter. Sejumlah gambaran yang lazim ditemukan pada anak yang mengalami kelainan kromosom antara lain bentuk muka yang aneh, telinga yang tidak normal, kelainan jantung dan ginjal, kaki dan tangan yang tidak normal, guratan-guratan simian, guratan tunggal pada jari yang kelima, serta lahir dengan berat badan yang rendah. Tidak semua kelainan kromosom ini berhubungan dengan suatu penyakit, tetapi secara umum kelainan autosom menunjukkan gejala yang lebih berat bila dibandingkan dengan kelainan kromosom seks, delesi lebih berat daripada duplikasi. Pada kelainan autosom biasanya terdapat retardasi mental, malformasi kongenital multipel, dismorfik, dan gagal tumbuh (pre atau pascanatal).
3.    Kelainan Multifaktorial
Kelainan multifaktorial adalah faktor lingkungan (nongenetik) yang dapat menyebabkan kelainan kongenital. Faktor lingkungan ini termasuk faktor sosial, ekonomi, usia ibu saat hamil, teratogen, dan sebagainya.
B.  Kelainan Yang Disebabkan Faktor Nongenetik
Kelainan oleh faktor nongenetik adalah kelainan yang disebabkan oleh obat-obatan, teratogen, dan radiasi. Teratogen adalah obat, zat kimia, infeksi, penyakit ibu yang berpengaruh pada janin sehingga menyebabkan kelainan bentuk atau fungsi pada bayi yang dilahirkan. Meskipun berbagai obat-obatan seperti aspirin, parasetamol, sefalosporin, dan aminoglikosida dinyatakan tidak teratogen, keamanannya pada kehamilan belum diketahui dan bila mungkin sebaiknya dihindari. Alkohol yang dikonsumsi ibu lebih dari 150 gram per hari, merupakan risiko penting bagi janinnya, tetapi kadar yang lebih rendahpun masih dapat membahayakan. Bayi yang lahir dari ibu mengonsumsi alkohol mempunyai bentuk muka yang khas dengan fisura palpebra yang pendek dan filtrum yang rata (tanpa lekukan).
1.    Faktor Infeksi
Infeksi virus pada Ibu hamil sering tidak menimbulkan gejala yang nyata atau tidak ada pengaruhnya terhadap Ibu sendiri, tetapi mempunyai akibat serius pada janin yang dikandungnya. Infeksi yang menyebabkan kelainan kongenital terutama saat trimester pertama kehamilan, yaitu pada saat masa organogenesis. Adanya infeksi pada periode ini dapat mengakibatkan obortus atau menimbulkan gangguan pertumbuhan organ yang kemudian akan mengakibatkan kelainan kongebital. Beberapa infeksi yang sering menyebabkan kelainan kongenital antara lain adalah TORCH yang terdiri dari Toksoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes Simplex Virus. Disamping itu bakteri atau virus lain seperti: sifilis, variola, varicela, polio, hepatitis, influensa juga dapat menyebabkan kelainan kongenital, gangguan pertumbuhan ataupun keguguran.


2.    Faktor Mekanis
Tekanan mekanis pada janin pada masa pertumbuhannya dalam rahim dapat menyebabkan kelainan kongenital berupa kelainan bentuk organ tubuh sehingga menimbulkan kelainan deformitas organ tersebut.
3.    Faktor Obat-Obatan
Resiko pemberian obat pada wanita hamil akan mempunyai akibat yang sangat besar pada janin. Beberapa jenis obat yang diberikan pada masa kehamilan dapat bersifat teratogen dan menyebabkan kelainan kongenital pada janin. Kurang lebih 2%-3% kelaian janin disebabkan oleh penggunaan obat saat hamil.
4.    Faktor Radiasi
Setelah terjadinya proses pembuahan, sel-sel menjadi sangat radiosensitif dan mudah rusak dikarenakan radiasi. Berat dan tingkat kerusakan sangat tergantung dari usia kehamilan dan dosis dari radiasi. Pada umumnya kelainan kongenital yang berat akan terjadi apabila radiasi terjadi pada umur kehamilan 2 minggu – 6 minggu. 
2.3 Patofisiologi Kelainan Bawaan
Berdasarkan patogenesis, kelainan kongenital dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
A.  Malformasi
Merupakan kelainan kongenital yang timbul sejak periode embrional sebagai gangguan morfogenesis atau organogenesis, malformasi kongenital atau cacat lahir adalah suatu kelainan struktural, kelainan lahir, terlepas apakah kelainan tersebut disebabkan oleh faktor genetik atau faktor yang lain tetapi mempunyai efek permanen (Karbasi, 2009; Sallout et al., 2011). Malformasi adalah gangguan atau defek struktur utama dari organ atau bagian organ yang diakibatkan oleh abnormalitas selama perkembangan. Adanya malformasi menunjukkan bahwa pada masa awal embrio terdapat suatu jaringan atau organ tertentu yang berhenti atau salah arah (misdirection) dalam perkembangannya. Malformasi kongenital dapat melibatkan berbagai organ termasuk otak, jantung, paru-paru, hati, tulang, dan saluran pencernaan.. Contoh: VSD (Ventricular Septal Defect), ASD (Atrial Septal Defect), bibir sumbing atau palatum, NTD (Neutral Tube Defects) (anencephaly, myelomeningocele)
B.  Deformitas
Timbul pada fetus akibat mengalami perubahan posisi, bentuk, ukuran organ tubuh yang semula tumbuh normal. Deformasi kongenital adalah kerusakan yang disebabkan oleh kekuatan mekanik abnormal yang menyebabkan penyimpangan struktur normal. Contoh: dislokasi panggul dan talipes ringan (club foot). Kedua kasus tersebut dapat disebabkan oleh oligohidramnion atau ruang intrauterina yang sempit karena bayi kembar atau struktur uterus yang abnormal. Deformasi seringkali terjadi pada kehamilan lanjut dan memiliki prognosis yang baik apabila diberikan treatment yang sesuai.
C.  Disrupsi
Istilah disrupsi (disruption) mengacu pada struktur abnormal pada organ atau jaringan sebagai akibat dari faktor eksternal yang mengganggu proses perkembangan normal. Proses ini dikenal sebagai malformasi sekunder atau malformasi ekstrinsik. Faktor-faktor ekstrinsik yang dapat mengganggu proses perkembangan normal diantaranya adalah ischemia, infeksi, dan trauma. Berdasarkan definisinya, disrupsi tidak disebabkan oleh faktor genetik. Tetapi kadang-kadang faktor genetik dapat menjadi predisposisi terjadinya disrupsi. Misalnya beberapa kasus amniotic band dapat disebabkan oleh faktor genetik yang menyebabkan kerusakan kolagen sehingga melemahkan amnion dan menjadikan amnion lebih mudah robek dan ruptur secara spontan. Contoh: amniotic band.
D.  Displasia
Displasia adalah ketidakteraturan sel dalam menyusun jaringan. Efeknya biasanya dapat dilihat pada semua bagian tubuh dimana jaringan tersebut terdapat. Contohnya pada skeletal displasia seperti thanatophoric displasia yang disebabkan mutasi FGFR3 yang menyebabkan hampir semua bagian tulang mengalami kelainan. Demikian juga pada ektodermal displasia, kerusakan dapat dijumpai pada semua organ turunan ektoderm seperti rambut, tulang, dan kuku. Kebanyakan displasia diakibatkan kerusakan gen tunggal (single gene defect) dan mempunyai resiko berulang yang tinggi pada saudara kandung (sibling) dan keturunan penderita (offspring).
2.4 Pengelompokan Kelaiaan Bawaan
A.  Menurut Gejala Klinis
Kelainan bawaan dikelompokkan berdasarkan hal-hal sebagai berikut:
1.    Kelainan tunggal (Single-System Defects)
Porsi terbesar kelainan kongenital terdiri atas kelainan yang hanya mengenai satu regio dari satu organ (isolated). Contoh kelainan ini yang juga merupakan kelainan kongenital yang tersering adalah celah bibir, club foot, stenosis pilorus, dislokasi sendi panggul kongenital, dan penyakit jantung bawaan. Sebagian besar kelainan pada kelompok ini penyebabnya adalah multifaktorial, menggambarkan efek kumulatif dari berbagai efek yang ringan dari berbagai gen, dan kemungkinan faktor lingkungan sebagai pencetusnya.
2.    Asosiasi (Association)
Asosiasi adalah kombinasi kelainan kongenital yang sering terjadi bersama-sama. Istilah asosiasi untuk menekankan kurangnya keseragaman dalam gejala klinis antara satu kasus dan kasus yang lain. Sebagai contoh ”Asosiasi VACTERL” (vertebral, anomali, atresia anal, cardiac malformation, tracheoesophageal fistula, anomali renal, limbs defects). Sebagian besar anak dengan diagnosis ini, tidak mempunyai keseluruhan anomali tersebut, tetapi lebih sering mempunyai variasi kelainan di atas. Nilai utama asosiasi adalah untuk memikirkan berbagai kelainan tersembunyi yang harus dicari. Angka kejadian ulang kondisi ini sangat kecil dan prognosisnya bergantung pada derajat beratnya kelainan dan juga pada kemungkinan apakah kelainan tersebut dapat dikoreksi atau tidak. Perkembangan mental biasanya tidak terganggu, tetapi pertumbuhan mungkin agak terlambat.
3.    Sekuens (Sequences)
Adalah suatu pola kelainan kongenital multipel yang kelainan utamanya diketahui. Sebagai contoh, pada potter sequence kelainan utamanya adalah aplasia ginjal. Tidak terdapat produksi urin mengakibatkan jumlah cairan amnion setelah kehamilan pertengahan akan berkurang dan menyebabkan tekanan intrauterin dan akan menimbulkan deformitas seperti tungkai bengkok serta kontraktur pada sendi dan menekan wajah (Potter facies). Oligohidramnion juga berefek pada pematangan paru sehingga pematangan paru terhambat, oleh sebab itu bayi baru lahir dengan potter sequence biasanya lebih banyak meninggal karena distres respirasi dibandingkan dengan karena gagal ginjal. Sebagian besar penyebab sekuens tidak diketahui, kemungkinan disebabkan oleh multifaktorial.
4.     Kompleks (Complexes)
Istilah ini dipopulerkan oleh Opitz yang menggambarkan pengaruh berbahaya yang mengenai bagian utama suatu regio perkembangan embrio, yang mengakibatkan kelainan pada berbagai struktur yang berdekatan yang mungkin sangat berbeda asal embriologinya tetapi mempunyai letak yang sama pada titik tertentu saat perkembangan embrio. Beberapa “kompleks” disebabkan oleh kelainan vaskular. Penyimpangan pembentukan pembuluh darah pada saat embriogenesis awal dapat menyebabkan kelainan pembentukan struktur yang diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut. Sebagai contoh, absennya sebuah arteri secara total dapat menyebabkan tidak terbentuknya sebagian atau seluruh tungkai yang sedang berkembang. Penyimpangan arteri pada masa embrio mungkin akan mengakibatkan hipoplasia tulang dan otot yang diperdarahinya. Contoh “kompleks”, termasuk hemifacial microsomia, sacral agenesis, sirenomelia Poland anomaly, dan Moebius syndrome.
5.    Sindrom
Seperti sudah dijelaskan di atas, kelainan kongenital dapat timbul secara tunggal (single) atau dalam kombinasi tertentu. Bila kombinasi tertentu dari berbagai kelainan ini terjadi berulang-ulang dalam pola yang tetap, pola ini disebut suatu ”sindrom”. Istilah syndrome berasal dari bahasa Yunani yang berarti ”berjalan bersama”. Pada pengertian yang lebih sempit, sindrom bukanlah suatu diagnosis, tetapi hanya sebuah label yang tepat. Apabila penyebab suatu sindrom diketahui, sebaiknya dinyatakan dengan nama yang lebih pasti, seperti Hurler syndrome menjadi Mucopolysaccharidosis type I. Sindrom biasanya dikenal setelah laporan oleh beberapa penulis tentang berbagai kasus yang mempunyai banyak persamaan. Sampai tahun 1992 dikenal lebih dari 1.000 sindrom dan hampir 100 di antaranya merupakan kelainan kromosom, sedangkan 50% kelainan kongenital multipel belum dapat digolongkan ke dalam sindrom tertentu.
B.   Menurut Berat Ringannya
Kelainan bawaan dibedakan menjadi:
1. Kelainan mayor
Kelainan mayor adalah kelainan yang memerlukan tindakan medis segera demi mempertahankan kelangsungan hidup penderitanya
2. Kelainan minor
Kelainan minor adalah kelainan yang tidak memerlukan tindakan medis dan tidak berpengaruh terhadap kehidupan normal penderita.
2.5  Kerusakan Yang Disebabkan Oleh Cacat Bawaan
Menurut Frances G. Koening, kerusakan yang dibawa sejak lahir/cacat bawaan atau kerusakan yang merupakan keturunan, meliputi:
1.    Club-foot (kaki seperti tongkat)
2.    Club-hand (tangan seperti tongkat)
3.    Polydactylism (jari yang lebih dari lima pada masing-masing tangan atau kaki)
4.    Syndactylism (jari-jari yang berselaput atau menempel satu dengan yang lainnya)
5.    Torticolis (gangguan pada leher sehingga kepala terkulai ke muka)
6.    Spina-bifida (sebagian dari sumsum tulang belakang tidak tertutup)
7.    Cretinism (kerdil/katai)
8.    Myrocephalus (kepala yang kecil, tidak normal)
9.    Hydrocepalus (kepala yang besar karena berisi cairan)
10.    Clefpalats (langit-langit mulut yang berlubang)
11.    Herelip (gangguan pada bibir dam mulut)
12.    Congenital hip dislocation (kelumpuhan pada bagian paha)
13.    Congenital amputation (bayi yang dilahirkan tanpa anggota tubuh tertentu)
14.    Fredresich ataxia (gangguan pada sumsum tulang belakang)
15.    Coxa valga (gangguan pada sendi paha, terlalu besar)
16.    Syphilis (kerusakan tulang dan sendi akibat penyakit syphilis)
2.6  Intervensi Untuk Kelaianan Bawaan
Kelainan alat gerak bawaan sejak lahir. Misalnya tidak punya tangan, akibatnya fungsí tangan menjadi terhambat untuk melakukan kegiatan hidup seharí-hari. Untuk menangani anak yang mengalami kelainan alat gerak tersebut harus sesuai dengan jenis kelainannya, karena itu perlu penjelasan masing-masing intervensinya. Banyak kelainan bawaan yang dapat dikoreksi dengan operasi anak dan perawatan dini dapat diberikan kepada anak-anak dengan masalah fungsional seperti talasemia (kelainan darah resesif yang diturunkan, gangguan sel sabit) dan hipotiroid kongenital (fungsi tiroid yang berkurang).
2.7 Pencegahan dan Pendeteksian Kelainan Bawaan
Tindakan pencegahan untuk upaya mengurangi cacat bawaan atau kelainan bawaan tentuu melalui pemindahan faktor risiko atau penguatan faktor pelindung. Intervensi dan upaya penting meliputi:
1.        Memastikan remaja putri dan ibu memiliki pola makan yang sehat termasuk beragam sayuran dan buah, dan menjaga berat badan yang sehat, memastikan asupan vitamin dan mineral makanan yang memadai, dan terutama asam folat pada remaja putri dan ibu.
2.        Memastikan ibu menghindari zat berbahaya, terutama alkohol dan tembakau,menghindari perjalanan oleh wanita hamil (dan kadang-kadang wanita usia subur) ke daerah yang mengalami wabah infeksi yang diketahui berkaitan dengan penyebab kelainan bawaan, mengurangi atau menghilangkan paparan lingkungan terhadap bahan berbahaya (seperti logam berat atau pestisida) selama kehamilan.
3.        Mengendalikan diabetes sebelum dan selama kehamilan melalui konseling, manajemen berat badan, diet dan pemberian insulin bila diperlukan, memastikan bahwa setiap paparan wanita hamil terhadap radiasi medis dapat dibenarkan dan berdasarkan analisis risiko-manfaat kesehatan yang teliti.
4.        Vaksinasi, terutama terhadap virus rubella, untuk anak-anak dan perempuan.
5.        Meningkatkan dan memperkuat pendidikan staf kesehatan dan orang lain yang terlibat dalam mempromosikan pencegahan kelainan bawaan.
Perawatan kesehatan sebelum dan sekitar waktu konsepsi (prakonsepsi dan peri konsepsi) mencakup praktik kesehatan reproduksi dasar, serta skrining dan konseling genetik medis. Skrining dapat dilakukan selama 3 periode.
Skrining prakonsepsi dapat berguna untuk mengidentifikasi mereka yang berisiko mengalami gangguan spesifik atau berisiko melewati gangguan pada anak-anak mereka. Skrining peri-konsepsi: karakteristik ibu dapat meningkatkan risiko, dan hasil skrining harus digunakan untuk menawarkan perawatan yang tepat, sesuai risiko.


DAFTAR PUSTAKA

Dewi, R Safrina, Indrianti Dwi Rahayu. 2013. MODUL PEMBELAJARAN KELAINAN KONGENITAL. Fakultas Kedokteran. Universitas Brawijaya: Malang.
Effendi, Sjarif Hidajat. 2014. PENANGANAN BAYI DENGAN KELAINAN KONGENITAL DAN KONSELING GENETIK. Simposium Building Golden Generation. Hlm 132-162.
Maryanti, Dwi dan Dhiah Dwi Kusumawati. 2015. Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Kelainan Kongenital. Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA) Vol. VII. Hlm 36-45.
Mustofa, Samsul, T. Susmiarsih dan Riyani Wikaningrum. 2009. Prevalensi Bayi Lahir Cacat (Malformasi Kongenital) di Rumah Sakit Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas YARSI. Jurnal Kedokteran Yarsi 17. Hlm 101-110.
Prabawa, Made. 1998. Kejadian Bayi Lahir Dengan Kelainan Kongenital. Tesis. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro: Semarang.
Somantri, T. Sutjihati. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT Refika Aditama
WHO. 2016.Congenital Anomalies. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs370/en/. Diakses 18 Maret 2018
Widati, Sri. 2011. Modul Pengajaran Bina Diri dan Bina Gerak. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung.

Kamis, 25 Juli 2019

Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus


KONSEP IDENTIFIKASI


A. Aspek yang Perlu Diidentifikasi

       Istilah identifikasi secara harfiah dapat diartikan menemukan atau menemukenali. Dalam buku ini istilah identifikasi ABK dimaksudkan sebagai usaha seseorang (orang tua, guru, maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, sosial, emosional, dan atau sensoris neurologis) dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (anak-anak normal).
       Setelah dilakukan identifikasi dapat diketahui kondisi seseorang, apakah pertumbuhan dan perkembangannya mengalami kelainan/penyimpangan atau tidak. Bila mengalami kelainan/penyimpangan, dapat diketahui pula apakah anak tergolong: (1) Tunanetra, (2), Tunarungu, (3) Tunagrahita, (4) Tunadaksa (5) Anak Tunalaras, (6) Anak lamban belajar, (7) Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik, (8) Anak Autis (9) Anak Berbakat, (10). Anak ADHD ( gangguan perhatian dan hiperaktif).
       Kegiatan identifikasi sifatnya masih sederhana dan tujuannya lebih ditekankan pada menemukan (secara kasar) apakah seorang anak tegolong ABK atau bukan. Maka biasanya identifikasi dapat dilakukan oleh orang-orang yang dekat (sering berhubungan/bergaul) dengan anak, seperti orang tuanya, pengasuh, guru dan pihak lain yang terkait dengannya. Sedangkan langkah selanjutnya, dapat dilakukan screening khusus secara lebih mendalam yang sering disebut assesmen yang apabila diperlukan dapat dilakukan oleh tenaga profesional, seperti dokter, psikolog, neurolog, orthopedagog, therapis, dan lain-lain.



B.  Tujuan Identifikasi

    Secara umum tujuan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan (pisik, intelektual, sosial, emosional). Disebut mengalami kelainan/penyimpangan tentunya jika dibandingkan dengan anak lain yang sebaya dengannya. Hasil dari identifkasi akan dilanjutkan dengan asesmen, yang hasilnya akan dijadikan dasar untuk penyusunan progam pembelajaran sesuai dengan kemampuan dan ketidakmampuannya.
    Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, kegiatan identifikasi anak berkebutuhan khusus dilakukan untuk lima keperluan,yaitu:
1) Penjaringan (screening),
2) Pengalihtanganan (referal),
3) Klasifikasi,
4) Perencanaan pembelajaran, dan
5) Pemantauan kemajuan belajar.

Adapun penjelasan dari kegiatan tersebut sebagai berikut:
1.  Penjaringan (screening)
    Penjaringan dilakukan terhadap semua anak di kelas dengan alat identifikasi anak berkebutuhan khusus. Contoh alat identifikasi terlampir. Pada tahap ini identifikasi berfungsi menandai anak-anak mana yang menunjukan gejala-gejala tertentu, kemudian menyimpulkan anak-anak mana yang mengalami kelainan/penyimpangan tertentu, sehingga tergolong Anak Berkebutuhan Khusus.
     Dengan alat identifikasi ini guru, orangtua, maupun tenaga profesional terkait, dapat melakukan kegiatan penjaringan secara baik dan hasilnya dapat digunakan untuk bahan penanganan lebih lanjut.

2.  Pengalihtanganan (referal),
    Berdasarkan gejala-gejala yang ditemukan pada tahap penjaringan, selanjutnya anak-anak dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok. Pertama, ada Anak yang perlu dirujuk ke ahli lain (tenaga profesional) dan dapat langsung ditangani sendiri oleh guru dalam bentuk layanan pembelajaran yang sesuai.
    Kedua, ada anak yang perlu dikonsultasikan keahlian lain terlebih dulu (referal) seperti psikolog, dokter, orthopedagog (ahli PLB), dan therapis,  kemudian ditangani oleh guru.
    Proses perujukan anak oleh guru ke tenaga profesional lain untuk membantu mengatasi masalah anak yang bersangkutan disebut proses pengalihtanganan (referal). Bantuan ke tenaga lain yang ada seperti Guru Pendidikan Khusus (Guru PLB) atau konselor.
   
3.  Klasifikasi
    Pada tahap klasifikasi, kegiatan identifikasi bertujuan untuk menentukan apakah anak yang telah dirujuk ketenaga profesional benar-benar memerlukan penanganan lebih lanjut atau langsung dapat diberi pelayanan pendidikan khusus.
    Apabila berdasar pemeriksaan tenaga profesional ditemukan masalah yang perlu penangan lebih lanjut (misalnya pengobatan, terapi, latihan-latihan khusus, dan sebagainya) maka guru tinggal mengkomunikasikan kepada orang tua siswa yang bersangkutan. Jadi guru tidak mengobati dan atau memberi terapi sendiri, melainkan memfasilitasi dan meneruskan kepada orang tua tentang kondisi anak yang bersangkutan. Guru hanya  memberi pelayanan pendidikan sesuai dengan kondisi anak. Apabila tidak ditemukan tanda-tanda yang cukup kuat bahwa anak yang bersangkutan memerlukan penanganan lebih lanjut, maka anak dapat dikembalikan kekelas semula untuk mendapatkan pelayanan pendidikan khusus di kelas reguler.
   
4. Perencanaan pembelajaran
    Pada tahap ini, kegiatan identifikasi bertujuan untuk keperluan penyusunan program pembelajaran yang diindividualisasikan (PPI). Dasarnya adalah hasil dari klasifikasi. Setiap jenis dan gradasi  (tingkat kelainan) anak berkebutuhan khusus memerlukan program pembelajaran  yang berbeda satu sama lain. Mengenai program pembelajaran yang diindividualisasikan (PPI) akan dibahas secara khusus dalam buku yang lain tentang pembelajaran dalam pendidikan inklusif.

5.  Pemantauan kemajuan belajar
          Kemajuan belajar perlu dipantau untuk mengetahui apakah program pembelajaran khusus yang diberikan berhasil atau tidak. Apabila dalam kurun waktu tertentu anak tidak mengalami kemajuan yang signifikan (berarti), maka perlu ditinjau kembali.  Beberapa hal yang perlu ditelaah  apakah diagnosis yang kita buat tepat atau tidak, begitu pula dengan Program Pembelajaran Individual (PPI) serta  metode pembelajaran yang digunakan sesuai atau tidak dll
          Sebaliknya, apabila intervensi yang diberikan menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan maka pemberian layanan atau intervensi diteruskan dan dikembangkan
          Dengan lima tujuan khusus diatas, indentifikasi perlu dilakukan secara terus menerus oleh guru, dan jika perlu dapat meminta bantuan dan atau bekerja sama dengan tenaga professional yang dekat dengan masalah yang dihadapi anak.

C. Sasaran Indentifikasi
     Secara umum sasaran indentifikasi Anak Berkebutuhan Khusus adalah seluruh anak usia pra-sekolah dan usia sekolah dasar. Sedangakan secara khusus (operasional), sasaran indentifikasi Anak Berkebutuhan Khusus adalah:
1. Anak yang sudah bersekolah di Sekolah reguler
Guru Kelas atau tim khusus yang ditugasi sekolah, dengan menggunakan panduan identifikasi sederhana (contoh terlampir), melakukan penjaringan terhadap seluruh peserta didik yang ada di sekolah tersebut untuk menemukan anak-anak yang memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak yang terjaring melalui proses identifikasi, perlu dilakukan langkah-langkah untuk pemberian bantuan pendidikan khusus sesuai kebutuhannya.
2. Anak yang baru masuk di Sekolah reguler
Guru Kelas atau tim khusus yang ditugasi sekolah, dengan menggunakan panduan identifikasi sederhana (contoh terlampir) melakukan penjaringan terhadap seluruh murid baru (peserta didik baru) untuk menemukan apakah di antara mereka terdapat ABK yang memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak yang terjaring melalui proses identifikasi ini, perlu diberikan tindakan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya.
3. Anak yang belum/tidak bersekolah
Guru Kelas atau tim khusus yang ditugasi sekolah, dengan menggunakan panduan identifikasi sederhana, dan/atau bekerjasama dengan Kepala Desa/Kelurahan, atau  Ketua RW dan RT setempat, melakukan pendataan anak berkebutuhan khusus usia sekolah di lingkungan setempat yang belum bersekolah.  Anak berkebutuhan khusus usia sekolah yang belum bersekolah dan terjaring melalui pendataan ini, dilakukan langkah-langkah untuk pemberian tindakan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya.

D. Petugas Indetifikasi
   Untuk mengindentifikasi seorang anak apakah tergolong Anak Berkebutuhan Khusus atau bukan, dapat dilakukan oleh:
1. Guru kelas;
2. Guru Mata pelajaran/Guru BK
3. Guru Pendidikan Khusus
4. Orang tua anak; dan atau
5. Tenaga profesional terkait.



berikut adalah formulir untuk kegiatan identifikasi dapat didownload dibawah ini!

https://drive.google.com/file/d/1_H9iUWPHCfjqwh2IcB-cYWzgXoLzkOrN/view?usp=sharing