KONSEP IDENTIFIKASI
A. Aspek yang Perlu Diidentifikasi
Istilah identifikasi secara harfiah
dapat diartikan menemukan atau menemukenali. Dalam buku ini istilah
identifikasi ABK dimaksudkan sebagai usaha seseorang (orang tua, guru, maupun
tenaga kependidikan lainnya) untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami
kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, sosial, emosional, dan atau
sensoris neurologis) dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan
anak-anak lain seusianya (anak-anak normal).
Setelah dilakukan identifikasi
dapat diketahui kondisi seseorang, apakah pertumbuhan dan perkembangannya
mengalami kelainan/penyimpangan atau tidak. Bila mengalami
kelainan/penyimpangan, dapat diketahui pula apakah anak tergolong: (1)
Tunanetra, (2), Tunarungu, (3) Tunagrahita, (4) Tunadaksa (5) Anak Tunalaras,
(6) Anak lamban belajar, (7) Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik,
(8) Anak Autis (9) Anak Berbakat, (10). Anak ADHD ( gangguan perhatian dan
hiperaktif).
Kegiatan identifikasi sifatnya
masih sederhana dan tujuannya lebih ditekankan pada menemukan (secara kasar) apakah
seorang anak tegolong ABK atau bukan. Maka biasanya identifikasi dapat
dilakukan oleh orang-orang yang dekat (sering berhubungan/bergaul) dengan anak,
seperti orang tuanya, pengasuh, guru dan pihak lain yang terkait dengannya.
Sedangkan langkah selanjutnya, dapat dilakukan screening khusus secara lebih
mendalam yang sering disebut assesmen yang apabila diperlukan dapat dilakukan
oleh tenaga profesional, seperti dokter, psikolog, neurolog, orthopedagog,
therapis, dan lain-lain.
B. Tujuan
Identifikasi
Secara umum tujuan identifikasi
adalah untuk menghimpun informasi apakah seorang anak mengalami
kelainan/penyimpangan (pisik, intelektual, sosial, emosional). Disebut
mengalami kelainan/penyimpangan tentunya jika dibandingkan dengan anak lain
yang sebaya dengannya. Hasil dari identifkasi akan dilanjutkan dengan asesmen,
yang hasilnya akan dijadikan dasar untuk penyusunan progam pembelajaran sesuai
dengan kemampuan dan ketidakmampuannya.
Dalam penyelenggaraan pendidikan
inklusif, kegiatan identifikasi anak berkebutuhan khusus dilakukan untuk lima
keperluan,yaitu:
1) Penjaringan (screening),
2) Pengalihtanganan (referal),
3) Klasifikasi,
4) Perencanaan pembelajaran, dan
5) Pemantauan kemajuan belajar.
Adapun penjelasan dari kegiatan tersebut sebagai berikut:
1. Penjaringan (screening)
Penjaringan dilakukan terhadap
semua anak di kelas dengan alat identifikasi anak berkebutuhan khusus. Contoh
alat identifikasi terlampir. Pada tahap ini identifikasi berfungsi menandai
anak-anak mana yang menunjukan gejala-gejala tertentu, kemudian menyimpulkan
anak-anak mana yang mengalami kelainan/penyimpangan tertentu, sehingga
tergolong Anak Berkebutuhan Khusus.
Dengan alat identifikasi ini
guru, orangtua, maupun tenaga profesional terkait, dapat melakukan kegiatan
penjaringan secara baik dan hasilnya dapat digunakan untuk bahan penanganan
lebih lanjut.
2. Pengalihtanganan (referal),
Berdasarkan gejala-gejala yang
ditemukan pada tahap penjaringan, selanjutnya anak-anak dapat dikelompokkan
menjadi 2 kelompok. Pertama, ada Anak yang perlu dirujuk ke ahli lain (tenaga
profesional) dan dapat langsung ditangani sendiri oleh guru dalam bentuk
layanan pembelajaran yang sesuai.
Kedua, ada anak yang perlu
dikonsultasikan keahlian lain terlebih dulu (referal) seperti psikolog, dokter,
orthopedagog (ahli PLB), dan therapis,
kemudian ditangani oleh guru.
Proses perujukan anak oleh guru
ke tenaga profesional lain untuk membantu mengatasi masalah anak yang
bersangkutan disebut proses pengalihtanganan (referal). Bantuan ke tenaga lain
yang ada seperti Guru Pendidikan Khusus (Guru PLB )
atau konselor.
3. Klasifikasi
Pada tahap klasifikasi, kegiatan
identifikasi bertujuan untuk menentukan apakah anak yang telah dirujuk ketenaga
profesional benar-benar memerlukan penanganan lebih lanjut atau langsung dapat
diberi pelayanan pendidikan khusus.
Apabila berdasar pemeriksaan
tenaga profesional ditemukan masalah yang perlu penangan lebih lanjut (misalnya
pengobatan, terapi, latihan-latihan khusus, dan sebagainya) maka guru tinggal
mengkomunikasikan kepada orang tua siswa yang bersangkutan. Jadi guru tidak
mengobati dan atau memberi terapi sendiri, melainkan memfasilitasi dan
meneruskan kepada orang tua tentang kondisi anak yang bersangkutan. Guru
hanya memberi pelayanan pendidikan
sesuai dengan kondisi anak. Apabila tidak ditemukan tanda-tanda yang cukup kuat
bahwa anak yang bersangkutan memerlukan penanganan lebih lanjut, maka anak
dapat dikembalikan kekelas semula untuk mendapatkan pelayanan pendidikan khusus
di kelas reguler.
4. Perencanaan pembelajaran
Pada tahap ini, kegiatan
identifikasi bertujuan untuk keperluan penyusunan program pembelajaran yang
diindividualisasikan (PPI). Dasarnya adalah hasil dari klasifikasi. Setiap
jenis dan gradasi (tingkat kelainan)
anak berkebutuhan khusus memerlukan program pembelajaran yang berbeda satu sama lain. Mengenai program
pembelajaran yang diindividualisasikan (PPI) akan dibahas secara khusus dalam
buku yang lain tentang pembelajaran dalam pendidikan inklusif.
5. Pemantauan kemajuan belajar
Kemajuan belajar perlu
dipantau untuk mengetahui apakah program pembelajaran khusus yang diberikan
berhasil atau tidak. Apabila dalam kurun waktu tertentu anak tidak mengalami
kemajuan yang signifikan (berarti), maka perlu ditinjau kembali. Beberapa hal yang perlu ditelaah apakah diagnosis yang kita buat tepat atau
tidak, begitu pula dengan Program Pembelajaran Individual (PPI) serta metode pembelajaran yang digunakan sesuai
atau tidak dll
Sebaliknya, apabila intervensi
yang diberikan menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan maka pemberian
layanan atau intervensi diteruskan dan dikembangkan
Dengan lima tujuan khusus
diatas, indentifikasi perlu dilakukan secara terus menerus oleh guru, dan jika perlu
dapat meminta bantuan dan atau bekerja sama dengan tenaga professional yang
dekat dengan masalah yang dihadapi anak.
C. Sasaran Indentifikasi
Secara
umum sasaran indentifikasi Anak Berkebutuhan Khusus adalah seluruh anak usia
pra-sekolah dan usia sekolah dasar. Sedangakan secara khusus (operasional),
sasaran indentifikasi Anak Berkebutuhan Khusus adalah:
1. Anak yang sudah bersekolah di Sekolah reguler
Guru Kelas atau tim khusus yang ditugasi sekolah, dengan menggunakan
panduan identifikasi sederhana (contoh terlampir), melakukan penjaringan
terhadap seluruh peserta didik yang ada di sekolah tersebut untuk menemukan
anak-anak yang memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak yang terjaring
melalui proses identifikasi, perlu dilakukan langkah-langkah untuk pemberian bantuan
pendidikan khusus sesuai kebutuhannya.
2. Anak yang baru masuk di Sekolah reguler
Guru Kelas atau tim khusus yang ditugasi sekolah, dengan menggunakan
panduan identifikasi sederhana (contoh terlampir) melakukan penjaringan terhadap
seluruh murid baru (peserta didik baru) untuk menemukan apakah di antara mereka
terdapat ABK yang memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak yang terjaring
melalui proses identifikasi ini, perlu diberikan tindakan pendidikan yang
sesuai dengan kebutuhannya.
3. Anak yang belum/tidak bersekolah
Guru Kelas atau tim khusus yang ditugasi sekolah, dengan menggunakan
panduan identifikasi sederhana, dan/atau bekerjasama dengan Kepala
Desa/Kelurahan, atau Ketua RW dan RT
setempat, melakukan pendataan anak berkebutuhan khusus usia sekolah di
lingkungan setempat yang belum bersekolah. Anak berkebutuhan khusus usia sekolah yang
belum bersekolah dan terjaring melalui pendataan ini, dilakukan langkah-langkah
untuk pemberian tindakan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya.
D. Petugas Indetifikasi
Untuk mengindentifikasi seorang
anak apakah tergolong Anak Berkebutuhan Khusus atau bukan, dapat dilakukan
oleh:
1. Guru kelas;
2. Guru Mata pelajaran/Guru BK
3. Guru Pendidikan Khusus
4. Orang tua anak; dan atau
5. Tenaga profesional terkait.
berikut adalah formulir untuk kegiatan identifikasi dapat didownload dibawah ini!
https://drive.google.com/file/d/1_H9iUWPHCfjqwh2IcB-cYWzgXoLzkOrN/view?usp=sharing